
Banda Aceh merupakan ibukota Provinsi Aceh yang terletak di ujung barat dalam jajaran Kepulauan Indonesia. Ketika mendengar kata Aceh, pasti ingatan kita langsung menuju ke sebuah peristiwa dahsyat dan mengerikan yang pernah melanda kota tersebut. Kejadian ini terjadi pada 26 September 2004 dan telah merenggut sekitar 130.000 jiwa manusia serta menyisakan luka fisik maupun psikis yang mendalam bagi korban lainnya. Diberitakan bahwa bencana alam ini telah dinobatkan sebagai bencana tsunami terparah di dunia.
Berlatar belakang tsunami inilah, bangunan dengan nama Museum Tsunami didirikan di Aceh pada tahun 2013. Proses pembangunan museum ini berawal dari ajang perlombaan desain berhadiah 100 juta rupiah. Pemenang lomba ini ialah M. Ridwan Kamil, seorang dosen ITB yang sekarang menjabat sebagai Wali Kota Bandung.
Museum tsunami aceh ridwan kamil (Gambar: Pixabay)Museum Tsunami ketika dilihat dari atas nampak seperti sebuah pusaran air yang melambangkan ombak tsunami. Sedangkan ketika dilihat dari bawah (depan) nampak seperti sebuah kapal besar.
Ketika pertama kali masuk, kita akan melewati lorong yang di kanan-kirinya terdapat aliran air. Berhati-hatilah jika Anda tidak ingin kebasahan karena guyuran air di dinding dapat mengenai kepala dan baju Anda. Jalur ini tidak disarankan bagi Anda yang takut dengan kegelapan atau trauma dengan tsunami.
Setelah melewati lorong gelap tadi, kita akan disambut dengan berpuluh-puluh foto-foto pasca tsunami Aceh tahun 2004 lengkap dengan foto-foto kehancuran bangunan, korban yang berjatuhan, tim medis yang melakukan pertolongan, dan kenampakan di sekitar kawasan terjadinya tsunami.
Setelah dari ruangan ini, Anda akan memasuki ruangan yang minim cahaya. Di tengah puncak ruangan ini terdapat lafadz Allah. Ruangan ini disebut Ruangan Penentuan Nasib atau Fighting Room atau sering disebut juga dengan The Light of God. Kenapa dinamakan demikian? Karena ketika di dalam ruangan ini, Anda dapat merasakan hawa keputus-asaan para korban tsunami. Ruangan ini melambangkan perasaan dan perjuangan para korban ketika terombang-ambing di dalamĀ air bah yang menerjangnya. Ketika itu, mereka terus berdoa dan memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan pertolongan. Usaha mereka selama masih terombang-ambing dalam pusaran arus air digambarkan dengan tangga yang berputar-putar di sekeliling ruangan menuju pintu keluar ruangan.
Setelah keluar dari ruangan The Light of God, kita akan berjalan di atas jembatan yang dinamakan Jembatan Harapan. Jembatan ini merefleksikan kemampuan para korban untuk keluar dari kondisi kritis yang dialaminya tadi. Anda akan melihat 52 bendera negara yang melambangkan uluran tangan dari setiap ke-52 negara. Setelah itu, Anda dipersilakan untuk menonton film berdurasi 15 menit tentang terjadinya tsunami. Dari mulai awal terjadinya gempa bumi sampai ketika datangnya pertolongan pasca terjadinya tsunami.
Setelah keluar dari tempat ini, Anda akan memasuki ruangan dimana terdapat benda-benda yang memiliki makna tersendiri. Yaitu, yang pertama jam besar yang berhenti pada pukul 08.17. Jam ini melambangkan jam yang terdapat di Masjid Raya Baiturrahman yang jatuh dan mati pada pukul 08.17. yang kedua, ialah miniatur-miniatur yang menggambarkan suasana saat terjadinya tsunami.
Di lantai tiga terdapat sarana-sarana pengetahuan gempa dan tsunami. Fungsinya ialah untuk mengetahui sejarah gempa dan tsunami, simulasi gempa bumi, simulasi meletusnya gunung berapi, dan titik lokasi yang berpotensi terjadi tsunami.
Di ruangan terakhir ada ruang souvenir yang menyediakan kue-kue, minuman, makanan ringan, kaos, bros, pin, bahkan rencong senjata khas Aceh juga ada. Cafe dan musholla terletak di bawah sebelah timur gedung. Sedangkan jika ingin ke kamar kecil, ada di dekat gerbang masuk bangunan.