Monitoringclub.org – Tampak dari kejauhan terlihat seekor kucing hitam, badannnya kurus tak terurus. Dia berjalan gontai tak tentu arah, di dalam benak pikirannya berharap ada sisa-sisa makanan yang dapat ditemuinya. Dia harus bersaing dengan kucing liar lainnya yang kian hari jumlahnya begitu banyak, persaingan makanan pun begitu sengit.
“Aku sudah jauh berjalan, tapi belum aku dapatkan sesuatu yang aku dapat untuk dimakan!” “Begitu hatinya berkata. Aku begitu lelah menyusuri kota ini dan tak ada yang mau menghiraukan diriku.
Mereka begitu sibuk memikirkan kepentingannya masing-masing hingga tidak ada terlintas untuk berempati kepadaku dan kucing-kucing lain yang bernasib sepertiku.
Kemudian kucing itu melanjutkan perjalanannya, hingga tak terasa sampailah dia di suatu perumahan komplek yang elit. Dia melihat seekor anjing yang terikat rantai di halaman depan sebuah rumah. Badannya gemuk, bulunya lebat, tampaknya begitu senang kehidupannya.
Dia memiliki majikan yang memberikan kebutuhan makannya, bukan saja makanan tapi kesehatannya pun terjamin. Maklum, majikannya sangat membutuhkan jasanya.
Apapun yang dia minta pasti majikannya akan memberikannya. “Wah beruntungnya anjing itu!” Ujarnya. Kucing itu membayangkan betapa bahagianya bila menjadi anjing itu. Hingga pada saat berpapasan terjadi percakapan antara mereka.
“Hai kucing hitam, kemarilah!” Anjing itu berujar, “Mengapa engkau begitu kurus, bulumu kotor serta dekil?” Lihat aku, begitu senangnya disini. Keperluanku terpenuhi. Aku tidak usah bersusah payah kesana kemari mencari makanan.
Dalam sehari aku mendapatkan jatah makanan dan susu. Majikanku selalu memperhatikanku. Tugasku pun tidak terlalu sulit, hanya mengeluarkan gonggongan bila ada seseorang yang tidak dikenal mendatangi rumah majikanku.
Kucing itu pun hanya terdiam mendengarkan celotehan anjing yang sombong itu. Hingga akhirnya dia pun tak tahan untuk menanggapi anjing itu. “Aku tadinya sama seperti engkau, kawan anjing!” Jawab kucing hitam, “Ketahuilah olehmu, aku dulu merasakan kebahagiaan seperti yang engkau rasakan sekarang, tapi seiring berjalannya waktu majikanku meninggal.
Aku harus bersusah payah mencari kebutuhanku sendiri oleh karenanya aku mengembara dari kota satu ke kota lain hanya untuk mencari sesuap makanan.
“O, kalau begitu engkau jadi seperti aku saja, kucing hitam!” Anjing itu berkata.
“Nah kawan anjing, aku tidak mungkin dapat mengerjakan tugas sepertimu. Aku tidak dapat menggonggong sepertimu, lagipula tugas seperti itu hanya cocok untuk dirimu, kawan anjing!” Ujarnya. Aku memiliki kebebasan yang engkau tidak punyai.
Engkau tidak dapat bepergian sesukamu. Engkau akan selalu terikat rantai di halaman rumah majikanmu. Kebebasannu terbelenggu!.
Setelah itu keduanya pun berlalu, si kucing hitam melanjutkan lagi perjalanannya, entah kemana, tapi dalam benaknya ada kebebasan yang ia miliki. Walaupun dia tidak tau jawaban nasibnya sendiri. Sementara anjing itu tetap terikat rantai entah sampai kapan?”